Anglurabisatya

Berjalan bersama sahabat mencari kebaikan.

Page 5 of 12

Kenapa Kita Cenderung Percaya Orang Lain (Dan Susah Menyadari Kebohongan)

Pernah nggak sih kalian merasa ada yang aneh dari omongan seseorang, tapi tetap aja kalian percaya? Atau mungkin kalian ragu buat menuduh seseorang berbohong, meskipun ada tanda-tanda yang mencurigakan? Nah, ini bukan cuma soal perasaan aja, tapi ada alasan psikologis dan sosial yang bikin kita secara alami lebih gampang percaya orang lain.

1. Dari Kecil Kita Diajarkan untuk Percaya

  • Sejak kecil, kita udah sering dengar kalau “bohong itu dosa” dan “kejujuran itu penting”.
  • Kita juga diajarkan buat nggak gampang menuduh orang lain tanpa bukti yang jelas.
  • Makanya, pas kita curiga seseorang bohong, rasanya malah nggak enak dan ragu buat menghadapinya langsung.

2. Otak Kita Punya “Setting Default” untuk Percaya

  • Secara alami, otak kita lebih suka percaya orang lain daripada curiga terus-menerus.
  • Kalau kita terlalu sering curiga, hidup pasti bakal ribet dan bikin stres sendiri.
  • Tapi sayangnya, ini juga bikin kita gampang kena tipu sama orang yang manipulatif atau memang jago bohong.

3. Takut Salah atau Kelihatan Jahat

  • Banyak orang enggan menuduh orang lain bohong karena takut salah dan malah bikin situasi nggak nyaman.
  • Kalau ternyata kita salah nuduh, bisa-bisa hubungan atau pertemanan jadi rusak.
  • Akibatnya, kita sering memilih buat mengabaikan tanda-tanda kebohongan daripada mengonfrontasi langsung.

4. Kadang, Kita Emang Mau Percaya

  • Ada kalanya kita percaya kebohongan karena lebih nyaman daripada harus menerima kenyataan.
  • Contohnya, percaya alasan pasangan yang selingkuh, karena lebih gampang daripada menghadapi sakit hati.
  • Atau percaya janji-janji politisi, meskipun sebenarnya kita tahu ada yang nggak beres.

5. Kenapa Ini Bikin Kita Susah Ngeh Kalau Ada yang Bohong?

  • Karena kebiasaan percaya, kita sering nggak sadar kalau ada tanda-tanda kebohongan yang jelas.
  • Bahkan, orang yang sudah terlatih pun kadang masih bisa ketipu kalau nggak hati-hati.
  • Kuncinya adalah tetap netral dan jangan langsung percaya 100% atau curiga 100%—cukup perhatikan cara orang merespons pertanyaan dan cari pola yang mencurigakan.

Intinya, kalau mau lebih jago mendeteksi kebohongan, pertama-tama kita harus sadar dulu kalau otak kita cenderung ingin percaya. Begitu kita bisa lebih objektif, bakal lebih mudah buat melihat tanda-tanda kalau seseorang nggak jujur.

Mau contoh real-nya gimana ini terjadi dalam kehidupan sehari-hari?

Oke, ini beberapa contoh nyata dari kehidupan sehari-hari yang nunjukin gimana kita sering lebih pengen percaya daripada melihat tanda-tanda kebohongan yang jelas.

1. Pasangan yang Selingkuh

Misalnya, ada seseorang yang curiga pasangannya selingkuh karena belakangan ini si doi sering ngilang, jarang bales chat, dan tiba-tiba sering lembur. Tapi pas ditanya, jawabannya klasik:
“Ah, kamu kebanyakan mikir. Aku capek kerja aja, masa kamu nggak percaya sih?”
Alih-alih fokus ke fakta bahwa ada perubahan perilaku yang mencurigakan, banyak orang malah jadi merasa bersalah karena dianggap “nggak percaya.” Akhirnya? Mereka memilih buat percaya dan mengabaikan tanda-tanda yang jelas.

2. Teman yang Suka Minjem Uang Tapi Nggak Balikin

Pernah nggak ada teman yang minjem duit dengan janji bakal balikin minggu depan? Tapi tiap ditagih, jawabannya selalu aja ada alasan:
“Duh, minggu ini gaji belum cair, bro. Tenang aja, bulan depan pasti gue balikin!”
Karena kita lebih nyaman percaya daripada berkonflik, akhirnya kita kasih toleransi terus. Padahal, pola seperti ini tanda kalau orangnya memang nggak berniat balikin dari awal.

3. Bos yang Janji Naikin Gaji

Kadang di dunia kerja, ada bos yang janji bakal naikin gaji atau kasih promosi kalau kita kerja lebih keras. Setelah berbulan-bulan kita lembur dan kasih usaha maksimal, pas ditagih, jawabannya berubah jadi:
“Kita lagi ada masalah keuangan, jadi sabar dulu ya, nanti kalau situasi membaik pasti kita pikirkan.”
Sebagai karyawan, kita cenderung ingin percaya karena berharap masa depan lebih baik. Tapi kalau janji ini sudah sering diulang dan nggak ada bukti nyata, itu bisa jadi tanda kalau bos sebenarnya nggak berniat menepati janjinya.

4. Sales atau Influencer yang Overpromise

Pernah lihat iklan produk kecantikan yang bilang:
“Cuma dalam 7 hari, kulit kamu bakal putih glowing tanpa efek samping!”
Banyak orang beli karena ingin percaya bahwa solusi instan itu nyata, meskipun logikanya agak nggak masuk akal. Baru setelah dipakai dan nggak ada perubahan, mereka sadar kalau itu cuma trik pemasaran.

Kesimpulan

Dari contoh-contoh di atas, kita bisa lihat bahwa sering kali kita ingin percaya sesuatu karena lebih nyaman daripada menghadapi kenyataan. Padahal, kalau kita lebih objektif dan memperhatikan pola perilaku seseorang, tanda-tanda kebohongan biasanya sudah terlihat dari awal.

Jadi, kapan terakhir kali kamu ingin percaya sesuatu padahal ada tanda-tanda kalau itu nggak bener?

Diangkat dari buku; Cara Mendeteksi Pembohong.

Seri Panduan Deteksi Kebohongan

Anya’s Friends Book

Tampilan depan dan samping buku

Beberapa hari ini, otak saya terasa stuck ketika diajak berpikir untuk membuat resensi buku ini, padahal saya sudah janji akan membuatnya. Setelah membuat video testimoni Obin, yang saya lampirkan pada link di akhir tulisan.

5 jam yang lalu, akhirnya saya putuskan untuk ganti fokus dulu, pay attention—beri perhatian penuh–pada aktifitas lain ini, yang tertunda akibat menunggu antrian pengerjaan, setelah resensi ini selesai.

AHA! rupanya ini metode baru yang bisa diterapkan kepada otak saya. 2x saya mencoba cara ini dan berhasil. (mungkin teman-teman yang sempat mengalami stuck dalam berpikir, bisa mencoba cara ini hehe.. )

At the end, saya pikir.. sepertinya tidak harus membuat resensi, karena resensi sudah terwakili oleh video Obin. saya cukup cerita aja..

Sepengalaman pengamatan saya…
Buku ini enak untuk disimak, karena alur ceritanya mengalir.
Nyaman ditopang oleh tangan, karena tebal tapi ringan.
Warna kertasnya juga ramah di mata.

Saat membacanya, beberapa kali saya dibuat kaget, karena menemukan nama-nama tokoh yang ada dalam Novel ini:


• Om Sabrang
• Pak Manu
• Kak Rampak
• Bodronoyo

Bagi orang maiyah smester lanjut, nama-nama ini cukup familiar di telinga.

Setelah selesai membacanya, saya langsung japri Mba Susi (Sang Penulis)

Saya: “Mba, aku rasa, Anya ni tiap bulan ikut maiyahan deh mba.. soalnya tiap ketemu masalah, solusinya selalu cara-cara Maiyah”.


Mba Susi meresponnya dengan tertawa ngakak: “Hahahahahahahahaha”


Lalu saya lanjut komentar: “Untung nggak ada puisi rusak-rusakannya Pak Mustafa W. Hasyim Mba..”


Kata Mba Susi: “Aaah… jangan ngasih ide..”

Haha, itulah asiknya bercanda dengan penulis, setiap sosok antik yang ditemui, potensial untuk menjadi tokoh dalam cerita.

Daftar judul cerita

Anya’s Friends ini karya Mba Susi (Indriyani Susilaningdyah). Saya mengenal beliau sejak masih kuliah dulu, sekitar tahun 2005.

Kami sering Maiyahan bareng di Kenduri Cinta (KC) Taman Ismail Marzuki (TIM). Biasanya saat Bubaran Maiyah jam 3 pagi, saya jalan kaki dari Cikini ke Kramat, untuk menunggu Bis Mayasari 905 yang menuju ke Rawamangun.

Ketika jalan kaki itu, tak sedikit jamaah yang menawarkan tumpangan dengan motor atau mobil mereka. Pernah satu waktu saya ikut dibonceng (Alm) Mbah Surip dengan motornya, sampai ke Salemba.

Di Rawamangun, Saya tinggal di sekretariat redaksi pers kampus. Selain menghemat biaya kos, juga agar lebih banyak waktu untuk mentranskrip hasil wawancara dan menulis berita yang akan diterbitkan dalam Tabloid Transformasi Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Mba Susikuw

Kadang, saat keesokan harinya tidak ada kegiatan, beberapa kali saya ikut Mba Susi pulang ke kosannya yang seperti kamar Hotel, di kawasan Bintaro Jakarta Selatan. Maklum saat itu Mba Susi bekerja perusahaan makanan ternama dan beliau sudah punya posisi di perusahaan itu.

Namun setelah Mba Susi tinggal di India, kami sudah tidak bertemu lagi di KC. Tetapi kami sadar, hati kami saling terkait karena Maiyah. Sehingga setiap ada hal-hal yang terjadi dengan Mbah Nun, kami saling support menguatkan.

Setiap ada Maiyahan di caknun.com, kami pun menonton di tempat masing-masing dan mengomentari setelahnya diruangan yang itu hanya ada kami berdua, alias chat whatsap hahahahaha..

Beberapa Tahun kebelakang, Mba Susi kembali ke Solo dan memulai karier kepenulisannya. Saya baru tahu kalau ternyata Mba Susi adalah mantan penulis cerita di Majalah Bobo dulu. Pantas tulisannya bagus-bagus dan enak dibaca.

Buku ini adalah salah satu karyanya, yang resensinya seperti yang Obin ceritakan.

Meskipun ini kisah anak SD, tapi jika dibaca oleh Ayah, Bunda, Om, Tente, Kakak, akan tetap relevan, karena banyak peran yang kita bisa lihat disana dan pelajari cara mereka dalam merespon masalah.

Video resensi Obin:

https://youtube.com/shorts/0FYPBWBmv5Q?si=1Ehjhw1uX14I40–

« Older posts Newer posts »

© 2025 Anglurabisatya