Dunia Tenzinger, merupakan salah satu tulisan dalam buku ini

Waktu menunjukan pukul 23:30 suara tikus dan gerak geriknya mulai terdengar di kamar kos dan membuyarkan konsentrasi saya. Entah darimana tikus itu masuk, karena posisi kamar kost tertutup. Atau mungkin dia masuk sejak pintu masih terbuka.. dan sudah lama bersembunyi didalam kamar? Ah entahlah, saya tidak tahu. Beberapa lembar kerja yang harus saya isi dan dikumpulkan saat test besok, masih saya pegang karena belum selesai saya jawab.

Merasa terganggu dengan suara dan gerak gerik tikus, Lembar kerja sementara saya simpan dan mencoba mencari tikus itu, mulai dari sumber suaranya. Suara itu terdengar dari belakang lemari. Lemari saya geser, ternyata kosong. Kemudian terlihat ia berlari entah dari arah mana, menyusup ke tempat sendal, langsung saya pindahkan tempat sendal, eh tidak ada dia disana.

Lalu tikus itu terlihat berlari lagi menyeberang dari bawah lemari, masuk ke kolong tempat tidur saya. Tempat tidur saya saat itu spring bed ukuran single. Saya geser tempat tidur, tidak ditemukan. Dan dengan susah payah saya membalik spring bed yang beratnya Naudzubillah, tapi belum ketemu juga. Tikus itu bergerak riang kesana kemari, lalu bersembunyi seperti main petak umpet dan seolah meledek saya. Begitu terus menerus.

Waktu sudah memasuki dini hari, tikus belum ketemu, badan lelah dan Ibu kos komplen, katanya “Berisik….” Rupanya suara lemari dan tempat tidur di geser-geser, terdengar keras di atap kamar ibu kost dan mengganggu istirahat beliau. Adduh! harus bagaimana mengatasi kondisi ini? Oke, Mencoba solusi lain: Pintu kamar saya buka lagi, berusaha cuek dengan gangguan itu, seolah tidak terjadi apa-apa dan melanjutkan mengisi 3 poin untuk melengkapi 5 alasan ingin bekerja di KPK. Ternyata percuma, upaya itu sia-sia, sangat sulit fokus dan konsentrasi. Akhirnya saya kembali melanjutkan pencarian.

Anehnya, Padahal hanya kecil ukuran kamar itu, tapi sudah 2 jam lebih, belum ketemu juga tikus itu. sampai akhirnya, saya seperti menemukan AHA Moment, “Aha! jangan-jangan Tikus ini, utusan Tuhan untuk menjawab 3 alasan terakhir”.

Masuk Melalui Seleksi IM4

Tahun 2009 adalah awal saya mendaftar di KPK, saat itu nama seleksinya Indonesia Memanggil Empat atau disingkat IM4. Sebelum menjalani rangkaian test, ada beberapa pertanyaan yang harus kami isi dirumah, dan dikumpulkan saat tes besoknya.

Malam itu, saya terjaga hingga larut, mencari jawaban yang tak kunjung ditemukan. Di sebuah kamar kost sempit di bilangan Jakarta Timur. Warga sekitar mengenalnya dengan sebutan “Kosan Pak Daud”. Kamar saya di lantai atas dan berlantaikan kayu. Lantai dasar adalah rumah Bapak dan ibu Daud. Kosan pak Daud dan beberapa rumah sekitarnya sering mendapat banjir kiriman dari Kali Ciliwung. Sekarang Kosan Pak Daud tidak ada, tergusur pelebaran bantaran kali.

Poin pertanyaan yang tak kunjung berhasil saya rampungkan, sejak sore tadi adalah “Sebutkan 5 alasan Anda, ingin bekerja di KPK”. Bagi saya, itu pertanyaan yang sangat sulit dijawab, karena saya hanya anak kampung yang tidak punya keluarga pejabat. Belum begitu kenal program kerja KPK. Mendaftar di KPK pun karena diajak teman kosan.

Keseharian saya tidak jauh dari target penjualan, buku-buku yang saya pelajaripun hanya buku-buku marketing. Sebab, pekerjaan saya saat itu adalah sales. Satu-satunya sumber berita yang saya konsumsi hanya Majalah Tempo yang biasa saya beli setiap Hari Senin.

Waktu menunjukan pukul 23:00, Dua pertanyaan pertama dapat terjawab sejak sore tadi. Layaknya anak kampung yang merantau ke kota, yang pertama ingin dicapai biasanya: (1.) Ingin membahagiakan orang tua dengan bekerja di lembaga ternama. 

Alasan kedua, agak lebih spesifik dengan idealisme diri: (2.) Ingin bekerja yang majikannya rakyat. Yang nomor 2 ini, sudah ada dikepala saya sejak kuliah dulu. Salah satu impian saya semasa kuliah adalah “Ingin bekerja, yang majikannya rakyat. Saat itu yang terpikir hanya, menjadi jurnalis Tempo”.

Bagi saya dan teman-teman pers mahasiswa dulu, Tempo adalah media yang dedikasinya untuk rakyat, mereka tidak takut kehilangan pengiklan maupun investor. Tapi memang takdir membawa saya ke tempat-tempat kerja lain, diluar Tempo. Saat melihat ada kemiripan antara KPK dan Tempo—mengembalikan uang negara dan membela hak rakyat, saya optimis menuliskan alasan itu.

Hampir tiga jam berkutat mencari tikus, saya putuskan untuk menghentikan sementara, karena menemukan “Aha Moment” untuk menjawab 3 alasan yang saya cari. Teringat Kata Bang Iwan Fals dalam lagunya, tikus itu icon untuk koruptor.

Dan, Sisa Ketiga Alasan Tersebut Adalah:

 (3). Ingin bisa lebih cerdas dari koruptor—Inspirasinya, Mecari tikus di kamar kost yang sempit ko tidak ketemu-ketemu, padahal suaranya ada.

(4) Ingin bisa bergerak lebih cepat dari koruptor—Inspirasinya, mengejar tikus yang bergerak riang diruangan yang terbatas, ko tidak dapat-dapat, padahal dia terlihat.

(5) Ingin bisa membuat Rakyat Indonesia hidupnya lebih tenang dan nyaman tanpa gangguan koruptor—Inspirasinya dari Ibu kost yang sampai komplen karena saya berisik mencari tikus.

Done! Tiga pertanyaan itu selesai dalam waktu kurang dari 5 menit, berkat tikus. Dan saya berterima kasih kepada tikus itu, yang diduga masih sembunyi di kamar. Saya sampaikan terimakasih saya, dengan volume suara yang memungkinkan bisa didengar olehnya, “Terimakasih ya tikus… sudah memberi inspirasi”. Ajaibnya, Tak lama kemudian tikus itu keluar dari bawah spring bed, rupanya di bagian bawah spring bed tersebut, ada sobekan kecil. Badan tikus yang lentur, dapat masuk dan bersembunyi disana. Dan uniknya, Sebelum keluar melalui pintu kamar kos yang terbuka, tikus itu menoleh, seolah berkata “Iya sama-sama”.

Saya pernah baca terjemahan Albaqoroh 216 yang bunyinya begini,

“..Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”

 Guru Maiyah saya, Mbah Nun (Emha Ainun Najib) menguraikannya kurang lebih begini,

“Terkadang Tuhan meletakan rahmat-Nya di tempat yang sama sekali tidak menarik bagi manusia. Terkadang Tuhan menyembunyikan anugerah-Nya dibalik momentum yang tak terduga oleh siapapun. Terkadang Tuhan melakukan penyelamatan, memberikan rejeki, serta menjanjikan rahasia-rahasia, dibelakang suatu kejadian yang seakan-akan bernama musibah atau kecelakaan”.

Terimakasih Tuhan.. engkau mengirimkan mahluk kecil bernama tikus malam itu, tidak lain untuk membuat saya berpikir dan mengambil pelajaran.

Kerja kami diawasi Tuhan, hasil kerja kami ditunggu rakyat

Semalaman bersama tikus, membuat saya sangat semangat mengikuti rangkaian test. Bahkan saat datang untuk test di PPM Manajemen Tugu Tani, saya ingat, saya belum mandi, karena bangun kesiangan dan tidak ingin terlambat. Untung hari itu hanya ada psikotest dan Test Potensi Akademik, sehingga rasanya tidak ada yang sampai terganggu dengan saya yang belum mandi dan berpakaian sketemunya hehe.

Tahapan seleksi IM4, yang kurang lebih 2 bulan dengan 5x tahapan, telah meluluskan 91 orang dari total hampir 40ribu pendaftar. Kebanyakan dari kami tidak tahu persis aktivitas yang dikerjakan dari posisi yang kami lamar, sebab saat itu, hampir semua dari kita niatnya berjuang dengan apa yang kita bisa. Sehingga hanya memilih posisi yang speknya sesuai dengan diri kami.

Saat offering letter di auditorium C1 (Gedung KPK lama), Kepala Biro SDM— Ibu Tina T Kemala Intan, yang saat tulisan ini ditulis, menjabat Direktur SDM dan Hukum di PT. Semen Indonesia TBK, menyampaikan 2 hal yang sampai sekarang tetap melakat. Pertama:

“Korupsi itu extra ordinary crime, sehingga hanya bisa dihadapi oleh extra ordinary people. Extra ordinary people adalah, orang biasa yang bekerja dengan luar biasa, dan saya berharap, anda semua adalah extra ordinary people itu”.

Kedua: Bu Tina menunjukan contoh slip gajinya KPK yang unik. Sebelum melihat isinya, kalimat pertama yang terlihat adalah “Penghasilanku berasal dari rakyat”. Tujuannya untuk selalu mengingatkan kepada kita, bahwa uang gajian kita itu dari rakyat, bukan dari atasan kita. Dalam hati, saya langsung bersyukur

“Ya Allah.. Terimakasih… Engkau mengabulkan doa saya dengan sangat presisi—bekerja ditempat yang majikannya rakyat—dan itu sampai tertulis di slip gaji, Masyaallah…”.

Slip Gaji KPK Saat masih manual, tertulis “PENGHASILANKU BERASAL DARI RAKYAT”

Berbekal pesan dari Bu Tina.. kami bekerja sangat bersungguh-sungguh, berupaya untuk selalu bisa melewati batas diri kami, berusaha untuk menjadi extra ordinary people dalam bekerja. Kalau diminta target 10, berilah lebih, misal 12 dst. Dan berkat tulisan Penghasilanku berasal dari rakyat”, setiap bekerja, ada atau tidak ada atasan, tidak akan mengurangi sedikitpun kinerja kami dalam menyelesaikan tugas, karena kami merasa Kerja kami diawasi Tuhan dan hasil kerja kami ditunggu rakyat.

Kebosanan dan kekhawatiran tertular jadi koruptor

Saya ditempatkan di unit yang kegiatannya membersamai kehidupan Target Operasi (TO)-nya KPK. Selama 3 Tahun berjalan, tidak dipungkiri, kebosanan dan kekhawatiran mulai melanda saya dan teman-teman di unit itu. Untuk saya sendiri, alasan saya bosan diantaranya:

Pertama, sebelum di KPK, saya pribadi yang ekstrovert, sering kumpul bareng teman-teman, aktif di kegiatan sosial. Saat bergabung di KPK, khusus kami yang masuk di unit itu, harus putus jejaring. Tiarap dari media sosial. Bahkan, kami kerja di KPK pun harus dirahasiakan ke keluarga besar, teman-teman maupun tetangga. Kami tidak bisa menceritakan apa yang sedang kami kerjakan ke siapa pun, kepada orang tua dan pasangan sekali pun.

Kedua, bekerja di unit itu, membuat kami terpaksa harus berbohong ke orang lain, tentang dimana kami bekerja dan apa yang kami kerjakan. Hal itu menjadi beban tersendiri bagi kami yang selalu diajari jujur sejak dini.

Ketiga, Kami yang setiap hari mengikuti kehidupan para TO dan keluarganya, yang sebagian besar adalah koruptor, sangat kawatir akan tertular menjadi seperti mereka. Karena informasi tentang mereka adalah makanan otak kami sehari-hari. Dan pernah saya dengar di salah satu seminar motivasi

“Kalau kita sering mendengar, membaca kata/ kalimat yang sama berulang-ulang, maka akan masuk ke alam bawah sadar dan menjadi kebiasaan”.

Tahun 2012, di Tahun ke-3 saya bekerja, stres saya memuncak. Dalam sebulan, asam lambung saya beberapa kali kumat, yang solusi sembuhnya hanya dengan diinfus. Kerap kali, saat sedang bekerja atau pulang kerja, saya terpaksa mampir dulu ke rumah sakit untuk diinfus karena muntah- muntah dan pusing yang tidak terkendali.

Beberapa solusi penyembuhan yang ditempuh, tak ada yang berhasil, karena akarnya yang belum ditemukan. Di tengah kepasrahan dan keputusasaan, Allah mengingatkan saya pada kejadian tikus di kosan pak Daud dan 3 alasan saya masuk KPK. “Oh.. rupanya unit ini adalah jawaban atas alasan saya masuk KPK, tempat itu adalah hadiah dari Tuhan untuk saya”

Mencintai yang kita kerjakan adalah kunci bahagia

Setelah menyadari bahwa kerja di unit itu adalah jawaban Tuhan atas doa saya. Saya segera introspeksi, mengudar masalah dan menemukan solusi (untuk bagian ini, ada di tulisan saya yang lain yaa). Agar dapat bertahan dengan bahagia, saya harus menemukan alasan untuk mencintai pekerjaan saya. Alhamdulillah Satu persatu kebosanan saya tergantikan dengan semangat. Kekawatiran sayapun tergantikan dengan Optimisme.

Rupanya, bekerja di unit ini adalah jawaban atas alasan saya yang ke (3): Ingin bisa lebih cerdas dari koruptor. Setelah disadari, di unit itulah saya bisa mempelajari isi kepala koruptor. Apa yang mereka pikirkan, apa yang mereka rencanakan. Apa yang mereka tuju dalam kehidupan. Karena koruptor tidak akan menceritakan strategi-strateginya di buku, apalagi di media. Mereka hanya menceritakan itu pada orang yang benar-benar mereka percaya, partner in crime-nya, pihak perantara, dan biasanya kepada selingkuhannya. Bersyukur, saya dan teman-teman berkesempatan untuk menyimak itu.

Bekerja di tempat ini juga, ternyata, jawaban atas alasan saya yang ke (4): Ingin bergerak lebih cepat daripada koruptor. Serunya kerja di unit itu, kami terlatih untuk membaca pola koruptor. Kalau mau bergerak lebih cepat dari koruptor, hiduplah di dunia mereka. Palajari kebiasaan mereka. Waspadai kapan mereka merencanakan transaksi, kapan mereka akan bertemu para pihak, jam berapa, dimana dan dengan cara apa transaksi berlangsung.

Dan jujur, kami berkejaran dengan mereka. Saat OTT terjadi, umumnya karena KPK lebih dulu mendapatkan informasi rencana atau dapat membaca pola koruptor, sebelum transaksi. Tapi tidak jarang juga, Koruptor lah yang lebih cepat merubah rencana dan mengganti strategi, sebab koruptor adalah maling yang paling pintar. Saya yakin, mereka juga tak henti-henti mencari tahu dan mempelajari pola KPK, agar bisa lolos dari jeratan OTT. Dan saat kondisi itu terjadi, kami hanya bisa bersabar dan bangkit berdiri lanjutkan semangat lagi.

Alasan saya yang kelima pun terjawab dengan bekerja di unit ini: (5.) Ingin bisa membuat rakyat Indonesia hidupnya lebih tenang dan nyaman tanpa gangguan koruptor. OTT-OTT yang KPK berhasil lakukan, membuat rakyat indonesia bahagia. Ini sering saya temukan ketika baca komentar- komentar netizen di hampir semua berita online, pasca OTT. Banyak warga yang berasal dari daerah tersebut, berterima kasih pada KPK, karena telah menangkap kepala daerahnya yang korup. Tak jarang juga di daerah tersebut diadakan syukuran seperti gundul kepala bersama-sama, atau bikin tumpeng, sebagai bentuk kesyukuran karena terbebas dari jerat korupsi kepala daerah dan dinastinya.

Pantas saja kebijakan di unit itu, tidak memperbolehkan kami aktif di media sosial, sebab efeknya akan membuat kita tidak fokus, juga dikHawatirkan, secara tidak sadar, dapat membocorkan rahasia penyelidikan.

Disebut Tenzinger

Kebosanan saya yang pertama, terjawab setelah 9 tahun saya dipindahkan dari unit itu dan ditempatkan di unit lain yang masih sejalur. Bedanya disini, sosial media menjadi tools. Dan di unit baru ini, alam bawah sadar saya langsung menyeleksi mana yang boleh mana yang tidak, dari aktifitas bersosial media. Dan efeknya, saya dapat lebih bijak dalam menggunakan sosial media sebagai alat. Rupanya, 9 tahun disana adalah Puasa yang dipaksakan, untuk menyiapkan diri saya, agar lebih bijak menggunakan alat ini ketika di unit baru. Terimakasih Tuhan.

Rasa bersalah saya karena harus berbohong bekerja dimana, Terjawab oleh Pak Busyro Muqoddas—Mantan Pimpinan KPK. Kata Pak Busyro

“Kalau berbohong karena tuntutan tugas, tidak apa-apa. Wali juga tidak ada yang memberi tahu kalau dirinya wali”

Kekhawatiran saya akan tertular kebiasaan koruptor, terjawab oleh analoginya Mas Sabrang Mowo Damar Panuluh—Noe Letto, scientist pernah berkata

“Untuk bisa menyadari cahaya, kita membutuhkan gelap” . Analogi ini sangat cocok ketika diterapkan pada kalimat: “Untuk bisa anti korupsi, kita butuh paham kebiasaan hidup koruptor”

Disamping beberapa pesan penting dari orang-orang hebat diatas, ada juga Pesan Fundamental yang dipesankan khusus untuk kami di Direktorat itu. Pertama dari Direktur kami, beliau sering mengingatkan kami kurang lebih begini:

“ Kita ini jantungnya KPK, Jantung tidak boleh terlihat, tapi jantung juga tidak boleh berhenti berdetak.”

Ini sebuah kiasan untuk kami-kami yang bekerja di beberapa unit di direktorat itu. Saat bekerja, kami tidak terlihat, tapi kami harus tetap bekerja, sebab jika kami malas atau berhenti bekerja, pemberantasan korupsi—wabil khusus OTT, akan terhambat.

Pesan Fundamental lainnya adalah dari Pak Bambang Widjojanto (Pak BW), mantan pimpinan KPK, yang sering mengibaratkan kami semua seperti Tenzing Norgay dan Pak BW menyebut kami sebagai “Tenzinger”.

Tenzing Norgay adalah seorang guide yang memandu Edmun Hillary untuk menjadi orang pertama yang mencapai puncak Everest. Sebagai guide, Tenzing sangat bisa untuk menjadi orang pertama yang menginjakan kaki di puncak Everest, tapi Tenzing mempersilakan Edmund. Karena menjadi penakluk pertama Everest, adalah impian Edmund dan bukan impian Tenzing.

Posisi kami di KPK adalah supporter OTT. Jika OTT berhasil, Penyidik dan pimpinan lah yang akan dicatat prestasinya, sebab kami adalah supporter. Kebahagiaan kami, ketika dapat men-support maksimal penyelidik dan penyidik untuk menggoalkan OTT.

Di KPK apa lagi yang kamu cari?

Mungkin, ketika dihadapkan pada pertanyaan diatas, saya akan katakan, pencarian saya telah selesai. Selama 12,5 tahun saya di KPK adalah masa belajar saya disana. Ketika SK 652 (Surat Keputusan diberhentikan dengan hormat) saya terima, tak ada rasa marah, kecewa, maupun sakit hati, karena niat saya bekerja di KPK tidak lain, hanya untuk belajar. Tak ada istilah gagal dalam belajar. Dan SK 652 saya anggap sebagai sebuah rapor akhir atas perjalanan menjaga integritas dan kode etik yang saya pegang teguh selama di KPK.

Karena, hanya dengan 12,5 di KPK-lah, saya dapat kesempatan belajar ilmu-ilmu otentik langsung dari ahlinya. Dan sejak Tahun ke 3, sampai terakhir dipecat 30 september, saya sangat mencintai pekerjaan saya. Saya bahagia bisa mengenal para koruptor tersebut secara lebih dekat, tanpa mereka menganal saya. Bahkan, idola sayapun kebanyakan anti-mainstream. Idola saya diataranya, beberapa TO nya KPK yang mereka betul-betul keren dan publik belum melihat kekerenan itu hehe.