Tulisan yang dibuat saat saya masih pegawai KPK dan merasa resah dengan direvisinya UU KPK

Revisi UU KPK yang dinilai terlalu tergesa-gesa pengesahannya, menoreh luka bagi para pejuang anti korupsi. Setelah sebelumnya penetapan Capim KPK diketok palu, pada 13 September, menjelang pukul 1 dini hari. Rasanya, tertutup semua jalan pemberantasan korupsi. Benturan terhadap KPK terus menerus. Penggembosan KPK yang dari dulu jarang berhasil, saat ini membuahkan hasil sempurna, bahkan tidak sekadar digembosi, tapi kali ini dikubur. Memang tak dipungkiri, koruptor adalah pencuri yang pintar. Mereka, terus mempelajari pola lawannaya, untuk menentukan arah serangan. Sekarang, pola serangan sudah terstruktur, sistematis dan masif. Akhirnya..

Done, mereka berhasil!”. Selamat kepada Anda para koruptor. Saat saya kuliah dulu, sering mendengar yel-yel mahasiswa yang berdemo, sambil membentuk border “Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan 3x”. Kini masanya dibalik, “Koruptor bersatu, tak bisa dikalahkan 3x”.

Refleksi Hukuman, Teguran, dan Ujian

Dalam beberapa forum Maiyah yang tersebar di 62 titik di Indonesia dan Luar Negeri, Mbah Nun kerap berpesan, agar dalam menghadapi kesulitan, upayakan untuk melihat 3 hal yang bisa kita cari, dalam diri kita masing-masing. “Orang hidup ini, nggak mungkin nggak ada masalah. Kalau kita mengalami kesulitan, coba kita lihat, biasanya hubungannya dengan 3 hal. 3 hal ini, yaitu: Hukuman, Teguran, atau Ujian.” Kata Mbah Nun. Setelah banyak upaya dilakukan oleh para pejuang anti korupsi untuk #saveKPK# belum membuahkan hasil.

Mau tidak mau, pikiran saya terasosiasi ke dalam 3 hal yang dipesankan Mbah Nun di atas. Paling tidak, ini membantu saya untuk ikhlas, menerima kenyataan, bahwa semua yang terjadi ini, sudah atas ijin Tuhan. Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah maiyah.jpg

Refleksi Hukuman

Apa mungkin kita sedang dihukum sama Gusti Allah? kalau memang sedang dihukum, yang harus kita cari “Salah kita apa ya? Kurang kita apa ya? Apakah mungkin kita kurang cepat, atau terlalu cepat? atau mungkin kita kurang baik terhadap tetangga kita?.” Pertanyaan- pertanyaan di atas akan membantu kita introspeksi, untuk tidak kita ulangi lagi. Sehingga setelah hukuman, kemerdekaanlah yang akan membersamai kita.

Refleksi Teguran

Seolah-olah Tuhan sedang mengingatkan kita untuk “Nanti dulu, keliru itu, jalanmu jangan ke arah sana, dalam berjalan kamu jangan tergesa-gesa, hatimu kurang patrap loh, itu.” Atau mungkin ada sikap kita yang kurang waspada, kurang sungguh-sungguh, kurang pas, kurang rajin, atau bagaimana? Mari sama-sama kita gali, apa yang sedang diingatkan Allah. Jawabannya Insyaallah akan kita temukan dalam diri kita masing-masing. Kalau orang yang diberi peringatan, kemudian dia memperbaiki, maka akan lebih baik hidupnya kedepan.

Refleksi Ujian

Kalau kita mendapat ujian, di sekolah misalkan, itu artinya mau naik kelas. Kalau dalam turnamen olahraga, berarti mau juara. Sebelum masuk ke final, kita harus melewati babak penyisihan, babak per delapan final, masuk ke perempat final, semi final, baru kemudian final. Jadi kalau ada kesulitan (seperti sekarang), posisikan sebagai perjuangan. Perjuangan masuk final, perjuangan naik kelas, untuk menjadi lebih bermutu, lebih sadar, lebih cerdas, lebih gesit, lebih teliti dan lebih tertata manajemennya. Perjuangan ini, kita lakukan dengan kegembiraan. Karena kegembiraan itu menguatkan. “Soyo njenengan sumeleh atine, soyo kuat sel-sele“ (semakin hati anda pasrah, ikhlas, nrimo, patrap, semakin kuat jaringannya), kata Mbah Nun yang selalu menyejukan.

Jahil Murokkab, Tema Kenduri Cinta Malam Itu

Kenduri Cinta (KC) merupakan salah satu simpul Maiyah yang lokasinya di Jakarta, tepatnya di Taman Ismail Marzuki. Forum terbuka dan lesehan ini, sudah berlangsung sejak 19 tahun yang lalu, diadakan setiap Jumat kedua, di tiap bulannya. Tema KC 14 September 2019 adalah jahil murokkab atau bodoh kuadrat. Beberapa pembicara maupun jamaah, mencoba merefleksikan makna jahil murokkab dengan persepsi masing-masing.

Dari beberapa penyampaian, ada satu jamaah, namanya Ali, yang menurut saya, paling pas pemaknaan Jahil Murokkab-nya dengan kondisi KPK saat ini. Yang disampaikan oleh Ali, “Jahil Murokkab adalah orang yang baru mengetahui sedikit dari kebenaran sebuah informasi, tetapi merasa sudah mengetahui keseluruhan informasi. Sehingga, yang terjadi kemudian, ia merasa paling mengetahui, merasa paling benar, dan tidak mau menerima masukan, tidak mau menerima koreksi dari orang lain.” Pembaca mungkin bisa paham, siapa yang dimaksud dari Jahil Murokkab di sini.

Revisi UU KPK

Berjalan bersama sahabat mencari kebaikan.

Dalam KC malam itu, yang berlangsung dari jam 9 malam sampai menjelang subuh, hadir beberapa teman dari KPK, diantaranya: Bang Novel, Pak Syarif, Uda Nanang, Mas Lakso, Mas Budi, Bang Abung, dan beberapa pejuang KPK lain yang tidak bisa saya sebut satu persatu. Bergantian dari mereka menyampaikan pendapat.

Bang Novel mengatakan bahwa, persepsi media yang terjadi belakangan, adalah ulah koruptor yang sengaja menciptakan image itu “Orang yang berbuat korupsi itu biasanya, motifnya untuk dapetin uang banyak. Dan dari uang banyak itu, dia bisa menutupi segala hal. Bisa membuat persepsi di media, dia bisa membuat seolah-olah dia orang baik. Dia memutar balik fakta. Dia bisa membuat Fitnah yang terus menerus disampaikan, kemudian dianggap sebagai keberanaran. Luar biasa kan?

Bahkan kadang-kadang ketika ada koruptor besar di suatu daerah, itu sangat di eluk-eluk kan dan dihormati, mungkin karena sering bagi-bagi. Nah, pemahaman inilah yang sulit dalam pemberantasan korupsi”.

Meski diterpa banyak kesusahan dalam perjuangan, Bang Novel berpesan agar kita tetap semangat dan tetap bersyukur. “Kita sadar kita mau berbuat baik, kita sadar, kita nggak takut dengan kesusahan. Ketika datang kesusahan-kesusahan, akan tetapi kesusahan itu mendatangkan Ridho Allah, tetaplah bersemangat, tetaplah bersyukur.”

Selama ini Masyarakat percaya terhadap KPK, karena KPK berjalan sesuai amanah Undang-Undang, dan ketika itu direvisi, Bang Novel kawatir terhadap apa yang akan terjadi setelahnya “UU KPK No. 30 Tahun 2002 dibuat pada masa reformasi, saat itu masyarakat marah terhadap kebusukan yang ditampilkan oleh para pejabat negara, dan ingin ada perubahan, maka UU KPK ini muncul. Revisi UU KPK ini untuk melemahkan KPK, sekali ini diubah, tidak akan bisa dipulihkan.”

“Oleh karena itu, kesempatan untuk berjuang, sekarang atau tidak sama sekali. Kalau UU KPK diubah, dikerjain, lebih baik dibubarkan, daripada KPKnya nanti dijadikan senjata untuk menakut-nakuti, untuk kepentingan politik, dipake untuk meresahkan rakyat, itu jauh lebih berbahaya, bisa menjatuhkan kepercayaan publik pada KPK.” Ujar Bang Novel.

Mas Fahmi—Ketua pagiat KC, menilai bahwa Dewan pengawas (yang tercantum dalam Revisi UU KPK) ini juga sebetulnya tidak masuk akal, “Salah satu yang harus diawasi KPK kan pemerintah, dan sekarang mereka akan menjadi pengawas untuk KPK. Masa iya orang yang diawasi akan dijadikan sebagai pengawas? Kan logikanya sudah tidak tepat.” Kemudian Pak Syarif dari KPK, meminta doa kepada teman-teman Maiyah, semoga Allah memberikan yang terbaik kepada Negeri ini, bukan untuk KPK, tapi untuk Indonesia.

Foto: Tribunnews

Ada hal menarik, ketika Uda Nanang memberi analogi yang mudah dicerna oleh teman-teman maiyah, mengenai UU KPK

“Ibarat kita punya rumah, rumah kita mau direnovasi orang. Cuman, orangnya nggak tanya dulu, kebutuhan kita apa. Tiba-tiba atapnya udah dicopotin, tiba-tiba jendela dan pintunya dicopotin, dan yang terakhir, lampunya dimatiin.”

Menurut mereka—para pengambil keputusan, renovasi ini untuk kebaikan kita, para penghuni rumah dan juga Indonesia.

Kisah Anak-Anak Ya’qub Yang Bisa Dijadikan Pelajaran

Tepat pukul 1 dini hari, teman-teman dari KPK ijin untuk meninggalkan lokasi, Mas Fahmi mendoakan semoga teman-teman KPK diberikan kekuatan dan kesabaran, sehingga mereka tetap dalam perjuangan mereka, memberantas korupsi di Indonesia. Di posisi tempat duduk jamaah, yang tidak banyak dilihat orang, saya melanjutkan menyimak penyampaian Syech Nursamad Kamba tentang Maiyah, sembari merenungi kalimat Uda Nanang.

Kemudian saya teringat kisah Ya’qub, saat kedua anak kesayangannnya: Yusuf dan Bunyamin dibawa oleh kakak-kakaknya, yang menurut kakak-kakaknya, ini untuk kebaikan Yusuf dan juga Bunyamin. Kehilangan dua anak yang disayanginya, bukan sesuatu yang mudah bagi Ya’qub. Setelah sebelumnya Yusuf—dikatakan oleh kakak-kakaknya—dimakan serigala, Ya’qub terus menangis sampai matanya menjadi putih. Dan kemudian tiba giliran adiknya Yusuf, yang bernama Bunyamin, kembali dibawa oleh kakak-kakaknya untuk diserahkan ke raja Mesir.

Tapi yang dikatakan Ya’qub kepada anak-anaknya, dalam surat Yusuf ayat 83, sungguh keiklasan yang sangat dalam:

“Sebenarnya hanya dirimu sendiri yang memandang baik urusan (yang buruk) itu. Maka (kesabaranku) adalah kesabaran yang baik. Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku. Sungguh, Dialah Yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”

Dan Allah membalas kesabaran Ya’qub dengan kemenangan yang agung, mengumpulkan mereka semua dalam sebuah keluarga kerajaan, karena raja Mesir yang tadi meminta Bunyamin, tarnyata Yusuf.

Semoga, dalam menyikapi Penetapan Pimpinan baru dan Revisi Undang-Undang KPK, kita diberikan kesabaran dan keiklasan, seperti layaknya kesabaran Ya’qub terhadap anak-anaknya. Sambil tetap berjuang, agar KPK kembali tegak. Jangan rela melemah, rakyat menanti KPK yang kuat. Jangan ijinkan jiwa KPK mati, jangan biarkan potongan lirik darah Juang terjadi.

“Di negeri permai ini, berjuta rakyat bersimbah luka, anak kurus tak sekolah, pemuda desa tak kerja. Mereka dirampas haknya, tergusur dan lapar”. Mari lanjutkan lirik tersebut dengan “Bunda relakan darah juang kami untuk membebaskan rakyat”. 

Jakarta, 19 September 2019